KUA KALIBAGOR

6/recent/ticker-posts

Advertisement

Responsive Advertisement

PERNIKAHAN SIRRI

PERNIKAHAN SIRRI, PROBLEMA DAN SOLUSINYA[1]
Oleh : Drs. H. Imam Mawardi, M.S.I.[2]



Pendahuluan.

Fenomena pernikahan siri atau umum menyebutnya dengan kawin sirri menurut berbagai pihak telah merebak sampai pada tingkat mencemaskan[3]. Umumnya kawin sirri didefinisikan sebagai perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan agama (Islam), namun perkawinan itu tidak mempunyai kekuatan hukum karena belum dicatat oleh pegawai pencatat perkawinan dalam hal ini kantor urusan agama kecamatan sebagaimana ditentukan oleh perundang-undangan, dan oleh karena itu si pelaku tidak mendapatkan akta autentik berupa kutipan akta nikah atau buku nikah sebagai bukti pernikahannya[4].

Berbeda dengan nikah sirri sebagaimana yang dipersepsi dalam kitab-kitab fikih, dalam hal ini nikah sirri didefinisikan sebagai pernikahan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi tanpa adanya dua orang saksi sebagaimana yang disyaratkan, apalagi diketahui khalayak ramai[5]. Pernikahan demikian inilah nampaknya yang melatar-belakangi pernyataan Nabi bahwa “tidak ada perkawinan tanpa adanya wali dan dua orang saksi yang adil”.[6] Dan juga pernyataan beliau “ Adakan walimah (atas pernikahanmu) meskipun hanya dengan menyembelih seekor kambing”[7].

Berbeda pula dengan suatu upacara perkawinan yang dilakukan oleh suatu masyarakat tanpa memperhatikan syarat dan rukun yang harus dipenuhi sesuai dengan ketentuan agama islam. Biasanya perkawinan demikian hanya mempermaklumkan kepada masyarakat bahwa seseorang telah menjalin hubungan sebagai suami-isteri dan oleh karena itu kehidupan mereka menjadi diterima ditengah-tengah masyarakat. Fenomena ini biasa disebut dengan istilah kawin kampung[8].

Tulisan ini membahas pernikahan sirri dalam pengertian pertama, yakni seseorang yang melangsungkan pernikahan dengan memenuhi kreteria agama (Islam) sebagai unsur yang harus ada (rukun), meliputi adanya calon mempelai, wali, saksi dan ijab dan qobul, namun pada kenyataannya belum sepenuhnya mengikuti prosedur sebagaimana ditentukan oleh undang-undang perkawinan atau Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Masfuk Zuhdi mengkategorikan pernikahan demikian sebagai pernikahan di bawah tangan, karenanya tidak terdapat alat bukti autentik yang berupa akta nikah. Dan nikah demikian pada dasarnya adalah kebalikan dari nikah yang dilakukan menurut hukum. Dengan demikian nikah di bawah tangan ialah nikah yang dilakukan tidak menurut hukum, sehingga nikah yang dilakukan tidak menurut hukum dianggap nikah liar, sehingga tidak mempunyai akibat hukum berupa pengakuan dan perlindungan hukum.[9] Maka sangat disayangkan apabila orang telah mentaati perintah agama tapi justru tidak mendapatkan perlindungan hukum hanya karena tidak terpenuhinya pencatatan pernikahannya Pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang melakukan pernikahan seperti ini, entah karena keenggenannya atau karena ketidak-mengertiannya akan pentingnya hal ini. Permasalahannya adalah, apa problema yang mereka rasakan dan apa jalan keluar yang bisa ditempuh agar masyarakat mentaati peraturan perundang-undangan tentang pernikahan ini, berikut akan kita uaraikan problema dan solusi terhadap pernikahan sirri..
Baca lebih lanjut

Posting Komentar

0 Komentar