Pendahuluan.
Fenomena pernikahan siri atau umum menyebutnya dengan
kawin sirri menurut berbagai pihak telah merebak sampai pada tingkat
mencemaskan[3]. Umumnya kawin sirri didefinisikan sebagai perkawinan
yang dilakukan sesuai dengan ketentuan agama (Islam), namun perkawinan
itu tidak mempunyai kekuatan hukum karena belum dicatat oleh pegawai
pencatat perkawinan dalam hal ini kantor urusan agama kecamatan
sebagaimana ditentukan oleh perundang-undangan, dan oleh karena itu si
pelaku tidak mendapatkan akta autentik berupa kutipan akta nikah atau
buku nikah sebagai bukti pernikahannya[4].
Berbeda dengan nikah sirri sebagaimana yang
dipersepsi dalam kitab-kitab fikih, dalam hal ini nikah sirri
didefinisikan sebagai pernikahan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi
tanpa adanya dua orang saksi sebagaimana yang disyaratkan, apalagi
diketahui khalayak ramai[5]. Pernikahan demikian inilah nampaknya yang
melatar-belakangi pernyataan Nabi bahwa “tidak ada perkawinan tanpa
adanya wali dan dua orang saksi yang adil”.[6] Dan juga pernyataan
beliau “ Adakan walimah (atas pernikahanmu) meskipun hanya dengan
menyembelih seekor kambing”[7].
Berbeda pula dengan suatu upacara perkawinan yang
dilakukan oleh suatu masyarakat tanpa memperhatikan syarat dan rukun
yang harus dipenuhi sesuai dengan ketentuan agama islam. Biasanya
perkawinan demikian hanya mempermaklumkan kepada masyarakat bahwa
seseorang telah menjalin hubungan sebagai suami-isteri dan oleh karena
itu kehidupan mereka menjadi diterima ditengah-tengah masyarakat.
Fenomena ini biasa disebut dengan istilah kawin kampung[8].
Tulisan ini membahas pernikahan sirri dalam
pengertian pertama, yakni seseorang yang melangsungkan pernikahan dengan
memenuhi kreteria agama (Islam) sebagai unsur yang harus ada (rukun),
meliputi adanya calon mempelai, wali, saksi dan ijab dan qobul, namun
pada kenyataannya belum sepenuhnya mengikuti prosedur sebagaimana
ditentukan oleh undang-undang perkawinan atau Undang Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan. Masfuk Zuhdi mengkategorikan pernikahan
demikian sebagai pernikahan di bawah tangan, karenanya tidak terdapat
alat bukti autentik yang berupa akta nikah. Dan nikah demikian pada
dasarnya adalah kebalikan dari nikah yang dilakukan menurut hukum.
Dengan demikian nikah di bawah tangan ialah nikah yang dilakukan tidak
menurut hukum, sehingga nikah yang dilakukan tidak menurut hukum
dianggap nikah liar, sehingga tidak mempunyai akibat hukum berupa
pengakuan dan perlindungan hukum.[9] Maka sangat disayangkan apabila
orang telah mentaati perintah agama tapi justru tidak mendapatkan
perlindungan hukum hanya karena tidak terpenuhinya pencatatan
pernikahannya Pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang melakukan
pernikahan seperti ini, entah karena keenggenannya atau karena
ketidak-mengertiannya akan pentingnya hal ini. Permasalahannya adalah,
apa problema yang mereka rasakan dan apa jalan keluar yang bisa ditempuh
agar masyarakat mentaati peraturan perundang-undangan tentang
pernikahan ini, berikut akan kita uaraikan problema dan solusi terhadap
pernikahan sirri..
Baca lebih lanjut
0 Komentar